Tujuan
trip kami kali ini ke Bromo, salah satu
pesona wisata di Jawa Timur yang sangat tersohor, planning trip ini sebenarnya
sudah lama ada, tapi baru terealisasi Mei 2013, bertepatan dengan salah satu
teman kuliah ku yang mengambil cuti cukup lama di Surabaya, kami memutuskan
untuk mengisi waktu sekaligus reuni dadakan karena memang sudah hampir 1 tahun
kami tidak bertemu (karena Ginza tinggal dan bekerja di Sangatta Kalimantan
Timur). Akhirnya tercetuslah ide untuk ngetrip bareng tanggal 25 Mei 2013,
dengan tema “The Girls Day Out”
karena yang ikutan trip kali ini memang cewek-cewek semua, teman seangkatan, sejurusan, K46
tercinta (Aq, Ginza, Farisa, Dina, Handini). Dan ini adalah trip pertama kami ke
Bromo, walaupun kami berlima asli dari Jawa Timur belum satupun member yang
pernah kesana, kami jadi sangat excited.
19: 00 WIB 25 Mei 2013
Kami
berangkat dari Surabaya pukul 19.00 naik mobil menuju Probolinggo, ada 3
altenatif jalur yang dapat di tempuh untuk mencapai Bromo,
Rute
1 : Lewat Probolinggo è Jalur
favorit para wisatawan, karena tracknya cukup mudah dan tidak terlalu terjal
Rute
2 : Lewat Pasuruan è Kalau dari
Surabaya, jalur ini cukup cepat namun jalan yang harus di tempuh sempit dan
berkelok, jadi yang belum jago nyetir pilih jalan yang aman aja ya..
Rute
3 : Lewat Malang (Tumpang) è Ini medan yang cukup sulit karena jalannya sempit, berkelok
dan cukup terjal, dan merupakan akses kalau mau melakukan pendakian ke Semeru
Selama
di mobil kami bertukar cerita banyak
hal, maklum lah namanya cewek kalo udah bertemu dengan species yang sama pasti
agak berisik,hehehe…
23.00
Kami
tiba di pom Bensin Sukapura Probolinggo, tempat aku dan mas Andri janjian untuk
ketemuan dan menjemput kami. Mas Andri adalah pemilik jeep yang sudah aku
contact sebelumnya untuk menemani trip kami, karena mobil biasa sulit untuk
menaklukkan medan menuju kawah Bromo, maka kami menyewa jeep dengan tariff 560
rb (max capacity 5 orang).
Tapi
ternyata kami sampai di Sukapura kesorean…hehehe…, dan Mas Andri baru bisa
menjemput kami pukul 02.00, akhirnya kami istirahat di mobil sampai jeepnya
datang. Selama proses penantian kami menjumpai banyak wisatawan lain yang akan
menuju Bromo, ada rombongan mahasiswa yang naik motor, dll
02:00 26 Mei 2013
Mas
Andri datang menjemput kami dengan jeepnya, tapi yang akan mengantarkan kami ke
Bromo bukan mas Andri sendiri melainkan Mas Sony (saudaranya), Perjalananan
kami dimulai, destinasi kami ada 4 lokasi
1.
Penanjakan
è spot untuk menikmati sunrise, menikmati
keindahan Bromo dari ketinggian,
2.
Kawah
Bromo
3.
Savana
è Hamparan padang ilalang d kawasan Taman
Nasional Tengger Semeru
4.
Lautan
Pasir/Pasir Berbisik
03:30 Penanjakan
Jalan
yang dilewati sangat berliku dan terjal untuk sampai k Penanjakan, memang mobil
jenis jeep yang mampu untuk melewati medan sulit seperti itu. Kami tiba di spot
view jam 4 pagi, udara dingin Bromo sangat terasa menusuk, bahkan tiap kami
berbincang ada kabut dingin yang keluar dari mulut kami, layaknya kami sedang
berada di musim dingin negara-negara empat musim. Malam ini cuaca sedang sangat bersahabat, bulan
purnama yang sangat menakjubkan menemani para wisatawan, dengan cuaca seperti ini Sunrise di
Penanjakan akan sangat mempesona, siluet jingga yang perlahan muncul menampakkan
dirinya di ufuk timur, di balik kemegahan Bromo dan Semeru. Subhanallah……”Kami
saat merasa kecil dibandingkan dengan semua keindaahan ciptaan-Mu”. Thanks God,
sudah mengizikan kami untuk mengaguminya
View from
Penanjakan
06:30 Kawah Bromo
Setelah
puas berfoto dengan latar Gunung Bromo, view yang sangat mempesona, tak
hentinya berdecak kagum, dan selalu mengatakan “Wah….keren”, kami serasa berada
di atas awan , sejuk udara pagi yang masih fresh, sangat membuai kami berlima.
Pukul 06.00 kami turun dari Penanjakan dan menuju destinasi berikutnya Kawah
Bromo, setelah mas Sony memarkir jeepnya di area parkir, kami melanjutkan
dengan berjalan kaki untuk sampai ke kawah Bromo. Jika kalian enggan berjalan
kaki dan ingin menyimpan energy lebih banyak, di sekitar area parkir dan lautan
pasir banyak pemilik kuda yang menyewakan kudanya untuk di tunggangi, tarif
yang mereka pasang beragam. Pintar-pintar kalian saja dalam hal tawar menawar.
Karena ingin menikmati sensasi berjalan di lautan pasir sampai ke puncak,
akhirnya kami menolak semua tawaran pemilik kuda. Hampir 3 tahun lebih rasanya
aku tak pernah hiking, pendakian
terakhirku ke gunung adalah saat ke Gunung Ijen (Banyuwangi) 3 tahun silam,
kami memang harus menyiapkan tenaga ekstra, maklumlah rasanya otot-otot kaki
ini sudah kaku karena jarang sekali dibuat berolahraga.
Setelah
melewati lautan pasir kami tiba di anak tangga menuju kawah, entahlah berapa
anak tangga yang harus kami lampaui, aku juga tak sempat menghitungnya, karena
tangga tersebut tidak cukup lebar, maka wisatawan harus sabar mengantri,
berjalan mengular untuk sampai ke kawah.
Sesampainya
diatas, kami disuguhi pemandangan yang tak kalah keren, asap putih masih terus
membumbung dari perut Bromo, gunung berapi ini memang salah satu gunung berapi
di Jawa Timur yang masih aktif. Di sekitar kawah terlihat banyak bunga-bunga
sisa sesajen, hal ini wajar ditemui, karena warga sekitar Tengger secara
continue melakukan ritual di Kawah Bromo. Banyak wisatawan yang mengabadikan
moment di atas Kawah dengan kamera mereka masing-masing, begitu pula dengan
kami. Bromo tak hanya menjadi daya tarik wisatawan domestic, tapi juga
wisatawan manca negara,
View
from the Top
09:30 Savana
Savana
adalah bukit dengan hamparan hijau ilalang, yang tumbuh menyelimuti perbukitan
di kawasan Bromo. Hanya perlu 15 menit dari area parkir jeep di kawasan kawah
untuk dapat menjangkau padang savana Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Kalau
kalian pernah menonton film 5 cm, kalian akan familiar dengan hamparan bukit
nan menghijau tersebut. Menurut penuturan mas Sony (guide kami) savana ini
merupakan salah satu jalur pendakian jika ingin ke Semeru. Tentu saja kami tak
melewatkan kesempatan untuk berfoto di
sana. Mengambil spot-spot yang menarik dan kemudian memposting foto-foto
tersebut di sosial media. Sebagai bukti otentik bahwa kami pernah menjejakkan
kaki ke Bromo.
10:00 Pasir Berbisik
Setelah
puas berfoto-foto di padang savanna, kami melanjutkan perjalanan ke Pasir
Berbisik, aku juga tak mengerti kenapa tempat tersebut dinamai Pasir Berbisik,
apakah menyadur salah satu film yang dibintangi Christine Hakim yang memiliki
judul serupa. Entahlah. Tapi menurut mas Sony, Pasir Berbisik itu maksudnya
suara deru pasir yang tertiup angin yang menyerupai bisikan-bisikan, fenomena
tersebut sering terjadi saat musim kemarau. Mas Sony memang guide yang jempolan
selain bersedia mengantarkan kami ke destinasi wisata, mas Sony juga tak
keberatan menceritakan asal-usul atau filosofi-filosofi yang berkembang di
masyarakat sekitar Bromo. Saat tiba disana, sejauh mata memandang hanya
hamparan pasir hitam, hal ini kontras sekali dengan pemandangan yang ada di
savana yang semua area di selimuti hijaunya rerumputan dan ilalang. Wisatawan
yang berkunjung pun hanya beberapa glintir orang, tak sepadat seperti di kawah
atau di Penanjakan.
11: 00 Back to Sukapura
Pukul
sebelas siang kami memutuskan untuk kembali ke Sukapura, karena memang matahari
sudah cukup terik. Perjalanan turun ke Sukapura kurang lebih memakan waktu 1.5
jam. Selama perjalanan turun, kami lebih banyak terlelap daripada mengoceh,
maklum saja, rasa-rasanya kami belum memejamkan mata semalaman. Walaupun begitu
sesekali aku terbangun dan jeep yang membawa kami turun, terus melaju melewati
perkampungan yang terletak di lereng bukit, sawah hijau dengan metode tera
siring terhampar luas di depan kami, kebun-kebun lobak serta wortel berjejer
rapi, tentu saja waktu semalan kami melewati jalur ini tak terlihat apapun
selain gelap gulita, tapi saat siang begini semuanya terlukis dengan jelas.
Kami berlima yang notabene lebih sering menghabiskan waktu dikota dengan
pemandangan gedung-gedung pencakar langit, deru klakson kendaraan atau kepulan
asap pabrik, tentu sangat sumringah menikmati memandangan sekitar, dan tak
henti-hentinya melontarkan pertanyaaan ke Mas Sony, ”itu kebun apa ya?”, atau
“itu tanaman apa?”. Hehehe…beruntung kami mendapatkan guide yang sabar.
Sayangnya baterai kamera kami sudah lowbat, jadi tak sempat memotret pemandangan
itu.
12:00 MadaKariPura Waterfall
Destinasi
terakhir kami adalah MadaKariPura Waterfall, yah bahasa kerennya Air Terjun
Mada Kari Pura. Air Terjun tersebut masih dalam kawasan Probolinggo. Jika
kalian ke Bromo, sempatkanlah sebentar untuk megunjunginya, karena sejalur
dengan arah pulang menuju Surabaya. Sebelumnya aku juga tak mengetahui ada
obyek wisata air terjun di daerah Probolinggo, karena rekomendasi seorang
teman, dan rasa penasaranku, akhirnya kami memutuskan mengunjunginya. Konon
menurut apa yang pernah aku baca, Air terjun tersebut adalah tempat terakhir
pertapaan seorang Patih yang sangat tersohor pada masa kejayaan Kerajaan
Majapahit. Siapa lagi kalau bukan Patih Gajah Mada. Maka tak mengherankan jika
tempat tersebut dinamai Mada Kari Pura. Mada ~ di ambil dari nama Sang Patih, Kari
~ dalam bahasa Jawa artinya terakhir, Pura ~ identik dengan tempat pertapaan.
Terlepas dari cerita legenda itu benar atau hanya cerita masyarakat sekitar
saja, sesampainya disana kami memang
menemukan ada arca yang menyerupai Patih Gajah Mada.
Tarif
masuk yang dikenakan cukup murah hanya 3000/orang. Tapi untuk sampai ke tempat
wisata tersebut kami harus melewati jalan setapak kecil, yang kanan kirinya
sudah sangat mepet dengan tebing, mengendarai mobil dengan track seperti itu
memang harus mempunyai skill dan keberanian lebih. Sesampainya di area parkir,
kami memutuskan utuk mengisi perut terlebih dahulu, mengecharge energy sebelum
melanjutkan perjalanan. Kami tidak membawa banyak tas saat menuju air terjun,
karena untuk sampai ke sana jalur yang dilewati tidaklah mudah, kami harus
menyeberangi anak –anak sungai yang penuh dengan batu-batu besar, serta melawan
arus sungai tersebut. Aku jadi teringat pengalamanku dan Ginza saat Pelatihan
Diklat Sar PLH Siklus (semacam klub Pencinta Alam di kampus kami). Tapi
sepertinya kami belum cukup beruntung karena setelah menempuh ¾ perjalanan,
hujan turun, akhirnya kami berteduh di warung, dekat jalan setapak di pinggir
sungai. Astaga ternyata ada juga yang berjualan dilokasi seperti ini. Rejeki
memang bisa dicari dimana saja jika kita mau berusaha. Setelah berteduh cukup
lama hujan juga tak kunjung reda, kami sebenarnya tetep kekeuh untuk
melanjutkan perjalanan. Toh sudah dekat ini. Sayang kalau hanya tinggal
sepelemparan batu, kami malah melewatkan kesempatan ini. Tapi apa daya, petugas
penyelamat menyerukan dari HT bahwa di atas sedang hujan lebat dan beresiko
banjir, maka demi keselamatan pengunjung, para wisatawan dilarang mendekat.
Kami pun hanya menatap Air Terjun tersebut dari kejauhan, dengan rintik hujan
yang semakin intens dan cukup lebat, kami memutuskan kembali ke mobil. Saat
beranjak pergi, Ibu-ibu yang berjualan di warung tersebut, juga bergegas
merapikan barang dagangannya. Banyak orang yang berbondong-bondong turun dan
menyerukan adanya banjir. Kami pun segera mempercepat langkah sebelum banjir
benar-benar tiba di anak sungai, kalau banjir sudah datang lebih dulu maka akan
sulit untuk menyebrangi sungai tersebut. Dari kejauhan air terjun dan sungai yang semula jernih, sedikit demi
sedikit berubah menjadi keruh karena membawa partikel tanah, dan alirannya
semakin menderas. Ini layaknya upaya evakuasi korban bencana saja. Beruntung
kami sudah kembali saat banjir belum mencapai anak sungai. Yah walaupun sedikit
kecewa karena tak sampai finish, kami masih bisa memandangi air terjun tersebut
dari kejauhan, merasakan sensasi bertelanjang kaki melewati anak sungai, dan
merasakan sejuknya alirannya. Jika kalian ingin mengunjungi tempat wisata
seperti air terjun yang terletak di dataran tinggi, saranku bersiaplah membawa
jas hujan dan sandal jepit, karena daerah dataran tinggi seperti itu sangat
berpotensi turun hujan.
Savana
Jeep
Bunga abadi "Eidelweis"
MadaKaripura Waterfall