Tuesday, December 23, 2014

Cintaku Nyangkut di PDZ

Karena keisengan penulis saja akhirnya  release juga cerita ini, judul yang sedikit menggelikan memang, tapi peduli amat, yang nulis aku kok, ya terserah aku mau ngasik judul  apaan . “ Cintaku Nyangkut di PDZ”. Sekilas seperti  judul film-film FTV, tapi beda setting lokasi, kalau biasanya film-film FTV lebih sering bersetting di Bali, Lombok, atau Yogya, sedikit berbeda dengan cerita yang satu  ini.
Perasaan – perasaan itu memang sering kali muncul tanpa kita sadari, tanpa pernah bisa kita antisipasi kapan dia akan datang, dia bisa muncul kapan saja, dimana saja, bahkan bisa semakin tumbuh subur, walaupun sudah dengan sekuat tenaga kita menyangkalnya, atau bahkan memangkas habis tunas-tunas kecilnya. Hebat sekali benda yang bernama perasaan ini, dia bisa membuat harimu cerah ceria, walaupun dunia sedang gelap gulita. Atau bahkan sebaliknya, dia bisa membuat hatimu muram sepanjang hari, walaupun dunia sedang terang benderang.
Aku hanya ingin kembali menceritakan potongan kecil cerita tentang perasaan-perasaan yang bermunculan di depan mesin ini. Mesin PDZ. Beberapa bulan terakhir aku memang sedang hobby mengamati tingkah laku orang-orang disekitarku, gesture mereka, cara mereka berkomunikasi, dan mencoba mendeskripsikannya, semampuku.  Sampai suatu pagi mataku menangkap sepenggal kejadian itu. Kejadian yang membuat aku sebagai penonton hanya bisa tersenyum saat menyaksikannya. Sebut saja mereka adalah Mas Ajib dan Mbak Age. Mas Ajib, supervisor mesin PDZ 2, seorang pria dengan kisaran umur 27 tahun, dan berkulit sawo matang. Mbak Age, operator packing, seorang cewek berhijab dengan umur 20 tahunan, bertubuh imut, mungil, manis, dan berparas cantik, kesan baby face pasti langsung terlintas saat kalian melihatnya. 
Saat itu aku sedang berdiri terpekur disana, di depan tempat reject splicing, memekan-nekan tombol di layar panel PLC, mengambil beberapa product, dan mengecheknya secara visual. Tanpa sadar saat aku mengalihkan pandangan ke arah stacker, Mas Ajib sedang berdiri di depan stacker tersebut, dengan wajah yang sumringah, senyum yang ganjil, mata yang berbinar, dan dengan sedikit menggunakan bahasa isyarat, tampaknya dia sedang berkomunikasi dengan seseorang di ujung sana. Entahlah sedang mengobrol dengan siapa dia. Memangnya dengan suara super bising seperti ini, obrolan mereka bisa nyambung satu sama lain?. Hampir 15 menit berlalu, tapi cowok satu ini juga tak bergeser sejengkalpun dari posisi berdirinya semula. Aku hanya penasaran, siapa sih sosok di ujung sana yang mampu membuatnya betah berdiri lama-lama di depan mesin ini?. Aku sedikit berjinjit  dari  tempatku berdiri, dan sedetik itu pula aku bisa menyimpulkan apa yang sedang terjadi. Ternyata diujung sana ada sesosok cewek yang juga sama-sama tersenyum malu-malu. Tatapan mata mereka tak pernah bisa menyembunyikan rasa itu, saling bertukar senyum, walaupun dibatasi partisi fiber glass, suara bising mesin, tak akan menjadi penghalang apapun bagi keduanya. Kalian tau, perasaan itu muncul dari hati, dan mengalir bersama denyut nadi, dan perlahan sampai ke mata, membuat kedua bola mata kita lebih bercahaya dan berbinar cerah. Dan perkataan orang-orang itu selalu benar, mulut mungkin bisa berbohong, tapi tatapan mata tak pernah bisa menyembunyikannya, karena mata adalah refleksi hati kita. Apalagi untuk mereka yang sedang di hinggapi perasaan jatuh cinta, tanpa perlu banyak komunikasi secara verbal, cukup hanya dengan tatapan mata, seorang pasangan mampu mendeskripsikan kalimat yang akan dilontarkan pasangannya, seperti ada telepati dan koneksi saat mereka melakukan eye contact. Benar-benar menakjubkan. Sebuah kejadian sederhana yang  membuatku tersenyum saat menyaksikannya dan sekaligus mengingatkanku dengan moment “itu”. Momentku dengan seseorang di kantor lama.
Rasanya masih tergambar dengan jelas senyum kami saat itu, di meeting room saat meeting internal departement. Mr. Itaya memang selalu mengajak semua staffnya melakukan internal meeting antar departement yang di pimpinnya, QC, Engineering, dan Development setiap akhir bulan untuk melaporkan progress dari masing-masing department. Itu sudah menjadi agenda rutin kami, meeting internal itu juga sebagai sarana untuk mengakrabkan semua staff dari 3 departement yang berdeda. Saat itu aku, staff Enggineering dan seseorang itu, staff Development. Aku dan dia duduk agak berjauhan memang, dipisahkan meja panjang, tapi tentu saja dengan posisi duduk kami saat itu, dengan leluasa kami bisa saling bersitatap satu sama lain. Astaga, entahlah apa yang membuat kami beradu pandang, saling melempar senyum, dan sama-sama tersipu. Eye contact yang tidak lebih dari 3 detik itu, mampu membuatku ceria sepanjang hari, sepanjang malam. It’s the best moment that  I had. Bahkan setelahnya, kami mampu saling menemukan sosok satu sama lain meskipun dalam radius jarak yang cukup jauh. Tapi endingnya tak pernah sesuai harapanku. Ada hal-hal rumit yang tak pernah mampu dia jelaskan dan membuatku sempurna menghilang darinya 4 bulan yang lalu. Membawa pulang kembali setengah hatiku dan meninggalkan setengahnya di development room.  
            Alih-alih menceritakan moment antara mas Ajib dan mbak Age, aku malah mencungkil sendiri kenangan masa lalu itu. Aku hanya berharap perasaan yang muncul diantara mereka dapat tumbuh dan terawat dengan baik. Happy ending and happily ever after. Tak hanya Mas Ajib dan Mbak Age yang mengalami fase cinlok di depan mesin ini. Tapi juga Mbak Ulfa dan Mas Aris, mereka bahkan meminjam meja yang biasa aku pakai untuk menimbang berat product untuk berbincang-bincang seru. Dan menyisakan aku sebagai penonton. Hahaha…sudahlah biarkan, namanya juga orang yang lagi falling in love, serasa dunia milik berdua yang lain numpang. Dan masih banyak cinlok-cinlok lain yang bertunas, dan bertumbuh disini. Di depan mesin ini. Mesin PDZ.


Sidoarjo, Juli 2013

Note : Bulan lalu, tepatnya November 2014 Mas Ajib secara resmi melamar Age..turut berbahagia untuk kalian, semoga dilancarkan acaranya.


#latepost

No comments:

Post a Comment