Karena
keisengan penulis saja akhirnya release
juga cerita ini, judul yang sedikit menggelikan memang, tapi peduli amat, yang
nulis aku kok, ya terserah aku mau ngasik judul
apaan . “ Cintaku Nyangkut di PDZ”. Sekilas seperti judul film-film FTV, tapi beda setting
lokasi, kalau biasanya film-film FTV lebih sering bersetting di Bali, Lombok,
atau Yogya, sedikit berbeda dengan cerita yang satu ini.
Perasaan
– perasaan itu memang sering kali muncul tanpa kita sadari, tanpa pernah bisa
kita antisipasi kapan dia akan datang, dia bisa muncul kapan saja, dimana saja,
bahkan bisa semakin tumbuh subur, walaupun sudah dengan sekuat tenaga kita
menyangkalnya, atau bahkan memangkas habis tunas-tunas kecilnya. Hebat sekali
benda yang bernama perasaan ini, dia bisa membuat harimu cerah ceria, walaupun
dunia sedang gelap gulita. Atau bahkan sebaliknya, dia bisa membuat hatimu
muram sepanjang hari, walaupun dunia sedang terang benderang.
Aku hanya
ingin kembali menceritakan potongan kecil cerita tentang perasaan-perasaan yang
bermunculan di depan mesin ini. Mesin PDZ. Beberapa bulan terakhir aku memang
sedang hobby mengamati tingkah laku orang-orang disekitarku, gesture mereka,
cara mereka berkomunikasi, dan mencoba mendeskripsikannya, semampuku. Sampai suatu pagi mataku menangkap sepenggal
kejadian itu. Kejadian yang membuat aku sebagai penonton hanya bisa tersenyum
saat menyaksikannya. Sebut saja mereka adalah Mas Ajib dan Mbak Age. Mas Ajib,
supervisor mesin PDZ 2, seorang pria dengan kisaran umur 27 tahun, dan berkulit
sawo matang. Mbak Age, operator packing, seorang cewek berhijab dengan umur 20
tahunan, bertubuh imut, mungil, manis, dan berparas cantik, kesan baby face
pasti langsung terlintas saat kalian melihatnya.
Saat itu
aku sedang berdiri terpekur disana, di depan tempat reject splicing, memekan-nekan tombol di layar panel PLC, mengambil
beberapa product, dan mengecheknya secara visual. Tanpa sadar saat aku
mengalihkan pandangan ke arah stacker, Mas Ajib sedang berdiri di depan stacker
tersebut, dengan wajah yang sumringah, senyum yang ganjil, mata yang berbinar, dan
dengan sedikit menggunakan bahasa isyarat, tampaknya dia sedang berkomunikasi
dengan seseorang di ujung sana. Entahlah sedang mengobrol dengan siapa dia.
Memangnya dengan suara super bising seperti ini, obrolan mereka bisa nyambung
satu sama lain?. Hampir 15 menit berlalu, tapi cowok satu ini juga tak bergeser
sejengkalpun dari posisi berdirinya semula. Aku hanya penasaran, siapa sih
sosok di ujung sana yang mampu membuatnya betah berdiri lama-lama di depan
mesin ini?. Aku sedikit berjinjit
dari tempatku berdiri, dan
sedetik itu pula aku bisa menyimpulkan apa yang sedang terjadi. Ternyata
diujung sana ada sesosok cewek yang juga sama-sama tersenyum malu-malu. Tatapan
mata mereka tak pernah bisa menyembunyikan rasa itu, saling bertukar senyum,
walaupun dibatasi partisi fiber glass,
suara bising mesin, tak akan menjadi penghalang apapun bagi keduanya. Kalian
tau, perasaan itu muncul dari hati, dan mengalir bersama denyut nadi, dan
perlahan sampai ke mata, membuat kedua bola mata kita lebih bercahaya dan
berbinar cerah. Dan perkataan orang-orang itu selalu benar, mulut mungkin bisa
berbohong, tapi tatapan mata tak pernah bisa menyembunyikannya, karena mata
adalah refleksi hati kita. Apalagi untuk mereka yang sedang di hinggapi
perasaan jatuh cinta, tanpa perlu banyak komunikasi secara verbal, cukup hanya dengan tatapan mata, seorang pasangan mampu
mendeskripsikan kalimat yang akan dilontarkan pasangannya, seperti ada telepati
dan koneksi saat mereka melakukan eye
contact. Benar-benar menakjubkan. Sebuah kejadian sederhana yang membuatku tersenyum saat menyaksikannya dan
sekaligus mengingatkanku dengan moment “itu”. Momentku dengan seseorang di kantor lama.
Rasanya
masih tergambar dengan jelas senyum kami saat itu, di meeting room saat meeting
internal departement. Mr. Itaya memang selalu mengajak semua staffnya
melakukan internal meeting antar departement yang di pimpinnya, QC,
Engineering, dan Development setiap akhir bulan untuk melaporkan progress dari
masing-masing department. Itu sudah menjadi agenda rutin kami, meeting internal
itu juga sebagai sarana untuk mengakrabkan semua staff dari 3 departement yang
berdeda. Saat itu aku, staff Enggineering dan seseorang itu, staff Development. Aku dan dia duduk agak berjauhan memang, dipisahkan meja panjang, tapi
tentu saja dengan posisi duduk kami saat itu, dengan leluasa kami bisa saling bersitatap
satu sama lain. Astaga, entahlah apa yang membuat kami beradu pandang, saling
melempar senyum, dan sama-sama tersipu. Eye
contact yang tidak lebih dari 3 detik itu, mampu membuatku ceria sepanjang
hari, sepanjang malam. It’s the best
moment that I had. Bahkan
setelahnya, kami mampu saling menemukan sosok satu sama lain meskipun dalam
radius jarak yang cukup jauh. Tapi endingnya
tak pernah sesuai harapanku. Ada hal-hal rumit yang tak pernah mampu dia jelaskan dan membuatku sempurna
menghilang darinya 4 bulan yang lalu. Membawa pulang kembali setengah hatiku
dan meninggalkan setengahnya di development
room.
Alih-alih
menceritakan moment antara mas Ajib dan mbak Age, aku malah mencungkil sendiri
kenangan masa lalu itu. Aku hanya berharap perasaan yang muncul diantara mereka
dapat tumbuh dan terawat dengan baik. Happy
ending and happily ever after. Tak hanya Mas Ajib dan Mbak Age yang
mengalami fase cinlok di depan mesin ini. Tapi juga Mbak Ulfa dan Mas Aris,
mereka bahkan meminjam meja yang biasa aku pakai untuk menimbang berat product
untuk berbincang-bincang seru. Dan menyisakan aku sebagai penonton.
Hahaha…sudahlah biarkan, namanya juga orang yang lagi falling in love, serasa dunia milik berdua yang lain numpang. Dan
masih banyak cinlok-cinlok lain yang bertunas, dan bertumbuh disini. Di depan
mesin ini. Mesin PDZ.
Sidoarjo, Juli 2013
Note : Bulan lalu, tepatnya November 2014 Mas Ajib secara resmi melamar Age..turut berbahagia untuk kalian, semoga dilancarkan acaranya.
#latepost
No comments:
Post a Comment